Movie Review : Still Alice

Still Alice menceritakan seorang perempuan paruh baya yang masih produktif sebagai profesor linguistik di Columbia University yang mengalami penyakit Alzhaimer dini. Alice Howland adalah perempuan cantik, pintar, keluarganya harmonis dengan 3 anak dan suami yang juga merupakan pengajar di universitas yang sama, perfect. Ibaratnya kehidupan Alice mungkin menjadi impian mayoritas perempuan di dunia ini. Namun kehidupannya tersebut berubah 180 derajat kala dirinya didiagnosa menderita alzhaimer dini.

Hal ini bermula saat dia memberikan speech di sebuah konferensi, dia lupa kata-kata yang akan dia ucapkan. Kemudian berlanjut saat dia jogging sore di kampusnya, dia tersesat dan pandangannya buram padahal sudah bertahun-tahun dia melakukan aktivitas di kampus tersebut. Dia merasa janggal atas apa yang menimpa dirinya kemudian dia memutuskan untuk pergi ke dokter saraf seorang diri, tanpa memberitahu suami dan anak-anaknya. Saat dilakukan MRI tidak ditemukan hal yang janggal, namun dokter menyuruhnya untuk melakukan kegiatan rutin dengan menghafal beberapa kata dalam beberapa menit dan menggantinya dengan beberapa kata yang lain di beberapa menit berikutnya. Hal ini dilakukan Alice di sela-sela aktivitasnya. Kemudian pemeriksaan dilakukan lebih detail dan ditemukan bahwa dia mengidap alzhaimer dini.

Hal ini benar-benar telah memukul Alice dan mengubah hidupnya secara total. Pada suatu malam dia tidak dapat tidur sampai pagi dan akhirnya memberitahu suaminya apa yang dia alami. Bersyukur suaminya memiliki pengertian yang besar, menemaninya bertemu dokter dan mendukungnya untuk menjalani hari-hari berat tersebut. Awalnya Alice masih tetap mengajar meskipun sering sekali dia lupa silabus pelajarannya hari tersebut atau kata-katanya sering diulang hingga pada akhirnya terdapat keluhan dari mahasiswa tentang kualitas mengajarnya ke bagian kemahasiswaan. Karena hal tersebut, Alice terpaksa berhenti mengajar dan menjalani hari-harinya dengan pengobatan ditemani suami dan anak-anaknya.

Bagian paling menguras emosi adalah saat Alice berlibur bersama suaminya di rumah masa kecilnya. Dia tersesat di rumah tersebut saat ingin ke kamar mandi, dia menangis pilu karena di saat dia sangat mencintai pekerjaan dan kehidupannya dia harus mengalami penyakit tersebut. Dahulu dia adalah wanita yang mandiri dan sangat fasih dalam berbahasa termasuk ketika mengajar dan memberikan speech di suatu konferensi. And she loves and prouds of that so much. Namun hal itu harus berakhir karena alzhaimer telah merenggutnya darinya.

Film ini memberikan pelajaran berharga menurut saya bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini dan bahwa roda kehidupan berputar, bukan di arah yang sesuai dengan keinginan kita. Namun, berputar sesuai arah yang diinginkan oleh Tuhan untuk kita. Mungkin karena itulah manusia tidak boleh sombong atas apapun yang telah diraihnya dalam hidup serta tetap merendahkan diri di hadapan Tuhan. Tuhan Maha Kuasa membalikkan hidup kita, untuk itu ikhlas dan tawakal adalah kunci menjalani hidup yang berjalan sesuai kehendak Tuhan. Di samping itu, film ini juga mengajarkan tentang pentingnya keluarga dalam kehidupan kita. Mau sesukses apapun kita, mau sekaya apapun kita, keluarga adalah tempat kita kembali dan yang merawat kita ketika kita sedang dalam kondisi paling menyedihkan.

Semoga bermanfaat 🙂

Jakarta, 28 Februari 2021.

This entry was posted in Movies Review. Bookmark the permalink.

Leave a comment